Assalamualaikum ikhwah dan akhawat sekalian...
Di akhirat kelak, tidak ada sesuatu yang paling disesali oleh penghuni syurga kecuali penyesalan mereka terhadap waktu yang hilang di dunia tanpa diisi dengan amal soleh.
Amal-amal kita tidak hanya dicatat oleh para malaikat kerana cerita-cerita dan kesan-kesan yang kita tinggalkan di dunia setelah kita mati adalah seperti cermin nilai dari perilaku kita selama kita hidup di dunia.
Alangkah indahnya, sebuah kematian yang mampu meninggalkan cerita-cerita baik pada keluarga kita.
Alangkah bahagianya, sebuah kematian yang meninggalkan jejak hidup yang menjadi pelajaran kebaikan bagi mereka yang masih menjalani kehidupan.
Alangkah gembiranya, bila kematian kita memberikan kesan dari amal-amal soleh yang bermanfaat untuk orang lain.
Oleh kerana itu, ketika ada seorang yang soleh ditanya :
"Kenapa engkau meletihkan jiwamu dalam beribadah?"
Ia menjawab :
"Aku ingin mengistirehatkan jiwaku."
Istirehat yang dimaksudkan adalah :
Istirehat di dunia dengan jiwa yang tenang setelah beribadah.
stirehat di akhirat dengan memasuki kehidupan yang begitu mententeramkan dan menggembirakan.
Menurut Ibnul Jauzi, ruang waktu kehidupan di dunia ini tidak ada bezanya dengan tempat jual beli berbagai macam barangan.
Ada barang yang bagus.
Ada juga yang buruk.
Beliau menambah lagi bahwa :
Orang yang berakal pasti akan membeli barang yang bermutu meskipun harganya mahal kerana barangan itu lebih mempunyai nilai dari barangan yang buruk meskipun harganya murah.
Orang yang tahu akan kemuliaan alam semesta mesti meraih sesuatu yang paling mulia yang ada di alam semesta ini dan sesuatu yang paling mahal nilainya di dunia ini adalah, mengenal Allah swt.
Seseorang yang mengenal Allah swt bererti ia mengetahui ke-Maha Besaran-Nya.
Dalam masa yang sama ia juga mengetahui :
Kekerdilan dirinya.
Kelemahan dirinya.
Kebergantungan dirinya.
dengan Yang Maha Berkuasa.
Pengenalan yang seperti inilah yang boleh memunculkan kekuatan dan keteguhan dalam mengharungi gelombang kehidupan.
Tidak takut, tidak lemah dan tidak bergantung kepada sesiapapun kecuali Allah dan selama mana ia berada di jalan Allah, ia tidak akan senang, gembira dan sukacita kecuali bersama Allah swt.
Lihatlah perkataan Masruq, seorang mufassir yang juga sahabat Said bin Jubair yang pernah berkata :
"Tidak ada lagi yang lebih menyenangkan diriku dari meletakkan wajahku di tanah (sujud). Aku tidak pernah bersedih kerana sesuatu melebihi kesedihanku kerana tidak dapat bersujud kepada Allah." (kitab Siyar A’lam An Nubala’ karangan Az Zahabi).
Sujud adalah saat-saat seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya.
Sujud merupakan tanda ketundukan dan kerendahan seorang hamba di hadapan Tuhannya.
Sujud juga menandakan kepasrahan, ketaatan, kerinduan dan kecintaan seorang hamba pada Tuhannya.
Keadaan-keadaan seperti itulah yang sangat didambakan oleh Masruq hingga tidak ada lagi kesedihan baginya kecuali jika ia tidak mampu melakukan sujud di hadapan Allah swt.
Itulah gambaran keyakinan yang tertanam kuat dalam jiwa orang-orang soleh, para pejuang dakwah Islam.
Ketundukan, kedekatan dan keyakinannya kepada Allah menjadikan tekad mereka seperti besi waja dan keberanian yang tidak pernah kenal takut.
Basahnya lidah mereka oleh zikir.
Larutnya hati mereka dalam kecintaan kepada Allah.
Tunduknya jiwa mereka pada keagungan Allah.
Semua itu memunculkan suatu keperibadian yang kuat dan teguh.
Tinggi rendahnya seseorang itu dinilai berdasarkan :
Kekuatan.
Kualiti.
Sifat istiqamahnya.
dalam beribadah kepada Allah swt.
Ianya bukan dinilai :
Dari kekayaan material / harta yang dimilikinya.
Oleh ibubapanya.
Dari rupa paras, ketampanan dan keindahan fizikalnya.
Ini adalah kerana, semua itu hanya fatamorgana yang hanya dapat dinikmati se saat.
Peribadi yang kuat dan teguh sentiasa muncul dari :
“Habitat kehidupan yang penuh dengan tentangan dan halangan.”
BUKAN
“Suasana kehidupan yang serba mudah, memanjakan dan melemahkan jiwa.”
Mari kita lihat bagaimana penjelasan salah seorang anak dari Syaikh Ahmad Yasin rahimahullah, tokoh pejuang Palestin abad ini yang beberapa tahun lepas telah gugur syahid oleh pesawat Israel.
"Ayah tidak mencintai dunia. Ia lebih mencintai rumah akhirat. Ramai orang yang menyarankan agar ayah mendiami rumah sebagaimana selayaknya seorang pemimpin.
Pemerintah Palestin juga pernah menawarkan sebuah rumah yang besar di perkampungan Gaza namun ayah menolak tawaran itu.
Ayahku lebih menginginkan akhirat sehingga ia tidak begitu memperhatikan perabot duniawi.
Ruangan rumahnya amat kecil yang hanya menempatkan tiga ruangan kecil. Tanpa siramik di lantai dan ruang dapur yang sudah rosak.
Bila musim sejuk tiba, keadaan rumah menjadi sangat sejuk. Sebaliknya bila musim panas datang, ruangan rumah terasa panas sekali.
Ayah tidak pernah berfikir untuk memperbaiki rumahnya. Sekali lagi, ia benar-benar sibuk mempersiapkan rumahnya di akhirat."
Itulah rahsia keteguhan Syaikh Ahmad Yasin.
RUMAH AKHIRAT
Pernahkah terlintas di dalam hati kita tentang rumah kita di akhirat?
Pernahkah kita merancang dan bermimpi untuk memiliki rumah yang indah di akhirat dan bukan di dunia?
Bagaimana kita membayangkan kesan akhir yang kita tinggalkan pada keluarga kita setelah kita berpisah dengan mereka di dunia?
Apakah menjadi kebanggaan mereka apa yang kita tinggalkan atau sebaliknya?
Apakah mereka juga akan berkata, kita lebih mencintai dan menginginkan rumah akhirat?
Syaikh Ahmad Yasin memberikan pelajaran besar bagi kita tentang keyakinannya kepada keputusan Allah swt.
Bahwa apa yang diputuskan oleh Allah tetap akan berlaku, walauapapun usaha yang kita lakukan.
Syaikh Ahmad Yasin juga memberi pendidikan secara langsung kepada sesiapapun, tentang batas apa yang mesti diberikan oleh seseorang yang menginginkan mati di jalan Allah swt.
Sekitar lima minit sebelum pesawat Israel ditembakkan ke arahnya yang sedang duduk di kerusi roda itu, seorang anaknya, Abdul Ghani sempat mengingatkannya untuk berhati-hati dengan mengatakan :
"Ayah, ada pesawat pembunuh di atas."
Apa jawaban Syaikh Ahmad Yasin ketika itu?
Dengan tenang ia menjawab :
"Ya, aku di sini juga sedang menanti pesawat pembunuh itu."
Sesungguhnya, tidak ada keraguan dan ketakutan sedikit pun di dalam hatinya.
Kita di sini, sedang :
Menanti detik demi detik kematian yang pasti menjemput.
Menunggu saat kita menarik nafas terakhir dan menghembuskannya lagi untuk yang terakhir.
Melambai udara dingin yang merayap dari hujung jemari kaki hingga ke bahagian kepala.
Menantikan saat mata tertutup dan tidak mampu terbuka lagi. Ketika badan terbujur dan tidak dapat bergerak lagi. Ketika kita masuk dalam keranda dan diangkat oleh anggota keluarga dan teman-teman kita.
Setelah itu semua,
Maka, manusia mula berbicara tentang diri kita dan kita sebenarnya menuju rumah kita yang kekal abadi di akhirat sana.
Ya Allah, kurniakanlah kesedaran yang hakiki ke dalam hati kami tentang rumah akhirat yang sepatutnya kami usahakan untuk mendapatkannya di dunia ini dan juga terhadap penantian yang pasti berlaku iaitu kematian yang akan menyentuh setiap yang bernyawa sehingga akhirnya habislah catatan kehidupan kami di dunia yang kemudiannya akan dinilai oleh manusia yang masih mendiami dunia ini.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS
http://tinta-perjalananku.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment